Perjamuan Terakhir dan Pengkhianatan Yudas: Makna Abadi dari Lukas 22:14–23
Tulisan ini ingin membawa pembaca merenungkan salah satu peristiwa paling penting dalam kehidupan Yesus Kristus: Perjamuan Terakhir bersama murid-murid-Nya, yang dicatat dalam Lukas 22:14–23. Bagian ini bukan sekadar narasi tentang makan malam, melainkan sebuah momen sakral yang penuh makna teologis, emosional, dan profetik. Melalui esai ini, kita akan menggali konteks sejarah, makna simbolis, serta pesan rohani yang tetap relevan bagi kehidupan kita hari ini.
Isi
Dalam Lukas 22:14–23, Yesus duduk makan bersama kedua belas rasul. Ia memecah roti dan mengedarkannya, seraya berkata bahwa itu adalah tubuh-Nya yang diserahkan bagi mereka. Ia juga mengambil cawan, berkata bahwa cawan itu adalah perjanjian baru dalam darah-Nya. Namun di tengah momen sakral ini, Yesus mengungkapkan bahwa ada seorang di antara mereka yang akan mengkhianati-Nya.
Perjamuan ini terjadi dalam konteks perayaan Paskah Yahudi (Pesach), yang mengenang pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Perayaan ini biasanya dilakukan di kota Yerusalem, yang pada saat itu merupakan pusat spiritual dan religius bangsa Yahudi, terletak di wilayah Yudea, bagian selatan dari tanah Israel kuno. Saat itu, Yudea berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi dan dikenal sebagai provinsi Judaea.
Catatan sejarah dari Yosefus Flavius, seorang sejarawan Yahudi abad pertama, menggambarkan bahwa pada masa itu, Yerusalem dapat menampung ratusan ribu peziarah yang datang dari berbagai penjuru Timur Tengah, termasuk dari wilayah Galilea (di utara Israel modern), Samaria, dan daerah-daerah di seberang sungai Yordan, seperti Dekapolis (sekarang termasuk Yordania), bahkan sampai ke bagian Suriah dan Mesopotamia (wilayah Irak modern). Suasana Yerusalem sangat padat selama Paskah, dan ribuan hewan kurban disembelih di Bait Allah sebagai bagian dari ritual penghapusan dosa.
Dengan latar seperti ini, tindakan Yesus menjadi sangat mencolok. Ia tidak sekadar mengikuti tradisi, tetapi menyatakan diri-Nya sebagai penggenapan dari makna Paskah itu sendiri: bukan lagi domba yang disembelih, tetapi diri-Nya sendiri sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.
Pengkhianatan Yudas Terhadap Yesus
Dalam budaya kuno di Timur Tengah — khususnya di kawasan Levant yang mencakup wilayah Israel modern, Palestina, Lebanon, dan sebagian Suriah — makan bersama adalah simbol kepercayaan dan persahabatan yang dalam. Duduk semeja menandakan bahwa seseorang diterima sebagai bagian dari keluarga, atau setidaknya sebagai sahabat yang dihormati. Maka dari itu, tindakan Yudas Iskariot — salah satu dari kedua belas rasul — yang mengkhianati Yesus justru saat perjamuan berlangsung, adalah sebuah makna luka yang sangat besar, bukan hanya secara pribadi, tetapi juga secara sosial dan spiritual.
Yesus tidak menyebut nama Yudas secara langsung, tetapi berkata, “Tetapi lihat, tangan orang yang menyerahkan Aku, ada bersama-Ku di meja ini.” Ini adalah pernyataan yang mengguncang, karena perjamuan itu seharusnya menjadi saat penuh kasih dan kepercayaan. Pengkhianatan itu terjadi di Yerusalem, di sebuah ruangan atas (sering disebut “Upper Room”), yang menurut tradisi terletak di dekat Bukit Sion, di barat daya Kota Tua Yerusalem. Hingga kini, tempat itu masih dikunjungi oleh peziarah dan disebut sebagai Cenacle.
Pengkhianatan Yudas bukan sekadar pelanggaran terhadap pertemanan, tetapi juga pengkhianatan terhadap kasih ilahi yang sudah ditunjukkan Yesus secara pribadi kepadanya. Ia menjual Yesus dengan harga tiga puluh keping perak. Sungguh sebuah nilai yang ironis, karena itu adalah harga seorang budak menurut hukum Musa (Keluaran 21:32).
Makna dan Nilai Rohani
Dari esai ini, kita bisa merenungkan beberapa hal berikut secara mendalam:
-
Kesadaran akan pengorbanan Yesus: Ia tahu penderitaan menanti-Nya, namun tetap memilih untuk memberikan diri demi keselamatan manusia. Ini adalah teladan kasih yang sejati.
-
Simbolisme sakramen: Roti dan anggur bukan sekadar makanan, tetapi lambang dari tubuh dan darah Kristus. Melalui tindakan ini, kita diajak masuk dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan.
-
Panggilan untuk setia: Kisah ini juga menjadi peringatan agar kita tidak menjadi seperti Yudas yang mengkhianati kasih yang tulus. Kesetiaan dan kejujuran dalam relasi dengan Tuhan dan sesama menjadi nilai penting.
-
Makna persekutuan: Perjamuan ini mengajarkan kita pentingnya komunitas, saling berbagi, dan hidup dalam kasih yang menyatukan.
Penutup
Perjamuan Terakhir bukanlah sekadar bagian dari sejarah, tetapi menjadi titik pusat dari pemahaman iman Kristen. Di dalamnya, kita melihat kasih, pengorbanan, dan harapan. Melalui Lukas 22:14–23, kita diajak untuk hidup dalam kesadaran akan anugerah, dan memaknainya dalam kehidupan sehari-hari dengan kasih, kesetiaan, serta penghormatan terhadap pengorbanan Kristus.
Komentar
Posting Komentar